Perbankan – Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa total kredit atau pembiayaan berkelanjutan terus mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Kenaikan ini mencerminkan peran aktif industri keuangan dalam mendukung upaya mencapai Net Zero Emission.
Menurut Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, pembiayaan berkelanjutan pada tahun 2019 tercatat sebesar Rp 927 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp 1.181 triliun pada tahun 2020. Pada tahun 2021, pembiayaan ini mencapai Rp 1.409 triliun, dan kembali naik pada tahun 2022 menjadi Rp 1.571 triliun. Puncaknya, pada tahun 2023, pembiayaan berkelanjutan mencapai Rp 1.959 triliun.
Peran Regulator dan Stakeholders dalam Mendorong Pembiayaan Berkelanjutan
Menurut Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, peningkatan pembiayaan berkelanjutan di sektor perbankan dipengaruhi oleh dorongan kuat dari regulator dan stakeholders, sehingga perbankan semakin memahami pentingnya aspek pembiayaan ini.
Dian menjelaskan bahwa realisasi pembiayaan ini mengacu pada kategori keberlanjutan berdasarkan ketentuan dalam POJK 51/2017 dan POJK 60/2017, yang kemudian diperbarui dengan POJK 18/2023 terkait pendefinisian Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL). Saat ini, OJK juga telah menerbitkan Taksonomi Hijau Indonesia (THI) dan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI), yang menyediakan pedoman kategorisasi pembiayaan keberlanjutan bagi sektor dan sub sektor yang relevan.
Namun, Dian juga menyoroti tantangan utama dalam pembiayaan berkelanjutan, seperti sinergi kebijakan, dukungan sektor riil, penerapan di level UMKM, serta peningkatan kapasitas SDM di perbankan untuk memahami dan mempersiapkan aksi mitigasi serta adaptasi menuju ekonomi berkelanjutan.
OJK terus melakukan pembaruan kebijakan untuk mendukung pencapaian Net Zero Emissions (NZE), mendorong perbankan meningkatkan penyaluran kredit pada segmen hijau sesuai standar internasional. “Diskusi dan sinergi dengan kementerian terkait terus dilaksanakan, karena kolaborasi berbagai pihak diperlukan untuk mencapai target nasional net zero emission pada 2060 atau lebih cepat,” ujar Dian.
Menuju Net Zero Emisi Karbon, Perbankan Punya Peran Besar Lewat Pembiayaan Berkelanjutan
Pembiayaan berkelanjutan telah menjadi paradigma keuangan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia. Pendekatan ini tidak hanya mencakup aspek finansial, tetapi juga melibatkan tanggung jawab terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola yang memiliki dampak luas.
Di Indonesia, pembiayaan berkelanjutan memainkan peran penting dalam mengatasi tantangan sekaligus memanfaatkan peluang yang ada. Konsep sustainable finance merupakan pendekatan yang mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Menurut Andhyta Firselly Utami, Peneliti Ekonomi Lingkungan dan Pendiri Think Policy, aspek sosial dan lingkungan memiliki peran sentral dalam pengambilan keputusan keuangan. “Pembiayaan berkelanjutan itu tentang memahami bahwa ekonomi, sosial, dan lingkungan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” jelas Andhyta.
Indonesia juga mengikuti komitmen global menuju transisi nir-emisi dengan target mencapai net zero emisi karbon pada tahun 2050. Ini menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan, serta mengimbanginya melalui upaya seperti penanaman hutan dan teknologi karbon negatif.
Peran Perbankan dalam Pembiayaan Berkelanjutan
Perbankan memainkan peran sentral dalam pembiayaan berkelanjutan. Menurut Andhyta Firselly Utami, perbankan tidak hanya berfungsi sebagai penyedia dana, tetapi juga sebagai agen perubahan yang mendorong praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Perbankan memiliki peran dalam mendukung proyek-proyek yang berfokus pada energi terbarukan, efisiensi energi, dan tata kelola perusahaan yang baik,” jelas Andhyta. Dengan peran ini, perbankan mampu menciptakan perubahan positif yang luas di dalam perekonomian.
Beberapa bank di Indonesia telah mengadopsi praktik keuangan berkelanjutan, termasuk melalui penerbitan green bonds untuk mendukung proyek-proyek berkelanjutan. Meskipun demikian, tantangan masih ada dalam memperluas implementasi pembiayaan berkelanjutan ke skala yang lebih besar.
“Salah satu tantangan utamanya adalah memperluas praktik keuangan berkelanjutan di luar proyek-proyek besar yang berdampak langsung, seperti energi terbarukan,” ungkap Andhyta. Ia juga menekankan bahwa meningkatkan inklusi keuangan berkelanjutan di daerah-daerah pedesaan merupakan tantangan penting yang masih harus diatasi.
Baca juga artikel kesehatan lainnya.