Diskusi Panjang – Negosiasi intensif antara Uni Eropa (UE) dan China mengenai tarif impor kendaraan listrik masih menemui jalan buntu. Setelah sekitar 50 jam pembahasan, belum ada kesepakatan yang tercapai.
Sabine Weyand, Direktur Jenderal Perdagangan Uni Eropa, mengklarifikasi bahwa laporan sebelumnya yang menyatakan negosiasi telah selesai adalah informasi yang tidak akurat.
“Saya pikir ada beberapa pemberitaan yang cukup simpang siur mengenai kesepakatan yang akan segera terjadi mengenai kendaraan listrik,” ujar Weyand dalam sebuah pernyataan di Brussel pada Selasa (26/11), seperti dikutip dari South China Morning Post.
Ketegangan ini mencerminkan kompleksitas hubungan dagang antara UE dan China, terutama di sektor kendaraan listrik yang menjadi fokus utama kedua belah pihak untuk masa depan energi bersih.
Diskusi Konstruktif UE-China Masih Belum Capai Titik Temu
Negosiasi antara Uni Eropa (UE) dan China mengenai tarif impor kendaraan listrik terus berlanjut tanpa hasil akhir yang jelas. Sabine Weyand, Direktur Jenderal Perdagangan Uni Eropa, mengungkapkan bahwa meskipun diskusi berjalan dengan konstruktif, belum ada kesepakatan tarif yang berhasil dicapai.
“Diskusi-diskusi tersebut konstruktif, namun belum menghasilkan kesepakatan mengenai tarif. Ada juga isu-isu struktural yang masih belum terselesaikan,” ujar Weyand, menyoroti kompleksitas masalah yang dihadapi kedua belah pihak.
Isu-isu struktural ini, menurutnya, menjadi hambatan utama dalam mencapai solusi yang dapat diterima bersama, menunjukkan betapa sensitifnya negosiasi yang berkaitan dengan perdagangan kendaraan listrik di tengah ambisi global menuju transisi energi bersih.
UE Tindak Subsidi China dengan Tarif Impor Kendaraan Listrik
Negosiasi panjang antara Uni Eropa (UE) dan China merupakan kelanjutan dari penyelidikan anti-subsidi yang dilakukan selama satu tahun oleh Komisi Eropa. Penyelidikan ini mengungkap bahwa pemerintah China mendistribusikan subsidi besar-besaran kepada sektor kendaraan listriknya, yang memicu langkah UE untuk memberlakukan bea masuk tambahan pada kendaraan listrik impor dari China sejak Oktober 2024.
Komisi Eropa berpendapat bahwa subsidi tersebut telah memberikan keunggulan besar bagi produsen kendaraan listrik China, sehingga berisiko merugikan industri otomotif Eropa jika tidak segera ditangani. Bea masuk yang diberlakukan bervariasi, mulai dari 35,3 persen untuk SAIC, salah satu perusahaan milik negara terbesar China, hingga 7 persen untuk Tesla.
Kebijakan tarif ini menuai kontroversi, tidak hanya memengaruhi hubungan dagang UE-China tetapi juga memunculkan kekhawatiran tentang masa depan persaingan sehat dalam industri kendaraan listrik global. UE menegaskan, tindakan ini penting untuk melindungi produsen lokal dari serbuan kendaraan listrik impor dengan harga yang terlalu murah akibat subsidi.
Tarif Impor Kendaraan Listrik Memanas, Perselisihan UE-China Meluas
Tarif impor kendaraan listrik yang berkisar dari 35,3 persen untuk SAIC hingga 7 persen untuk Tesla telah memicu perdebatan tajam dalam hubungan perdagangan antara Uni Eropa (UE) dan China. Beberapa negara anggota UE, seperti Jerman, Swedia, dan Spanyol, telah mendesak Komisi Eropa untuk mencari jalan keluar melalui negosiasi.
Usulan tersebut mencakup pengurangan tarif sebagai imbalan atas komitmen dari perusahaan-perusahaan China untuk menetapkan harga minimum pada mobil listrik yang dijual di UE. Namun, konflik ini tidak hanya berhenti pada kendaraan listrik.
China merespons tindakan UE dengan meluncurkan penyelidikan anti-dumping terhadap produk-produk dari UE, termasuk brendi, produk susu, dan daging babi. Pada Oktober, Beijing memberlakukan bea masuk anti-dumping sementara terhadap brendi dari UE, khususnya cognac asal Prancis, yang dianggap sebagai balasan atas dukungan kuat Paris terhadap tarif kendaraan listrik.
Ketegangan ini menunjukkan bagaimana perselisihan tarif dapat meluas ke sektor-sektor lain, memengaruhi hubungan dagang secara lebih luas dan menambah kompleksitas negosiasi antara kedua kekuatan ekonomi tersebut.
Baca juga artikel kesehatan lainnya.